ALFISIOL

BAB I
PENDAHULUAN
1.1    1atar Belakang
Tanah merupakan suatu benda alam yang tersusun dari padatan (bahan mineral dan bahan organic), cairan dan gas yang menempati permukaan daratan, menempati ruang dan dicirikan oleh horison-horison atau lapisan-lapisan yang dapat dibedakan dari bahan asalnya sebagai hasil dari suatu proses penambahan, kehilangan, pemindahan dan tranformasi energy serta mineral, atau berkemampuan mendukung tanaman berakar didalam suatu lingkungan alam (soil survey staff, 1999)
                Alfisiol di Indonesia bersama dengan inceptisol, dan vertisolsecra potensial tanah yang subur sebagian besar telah di manfaatan untuk lahan pertanian. Padanan yang di sederhanakan untuk nama tanah alfisol menurut berbagai system klasifikasi USDA Soil Tax-onomy tahun 1975, aluvisol menurut legenda peta tanah FAO/Unesco tahun 1975,aluvisol menurut sisitem kalsifikasi Pusat Penelitian Tanah (1978 dan  1982), mediteran  menurut system klasifikasi Dudak Soepraptohadjo (1957, 1961).
            Penyebaran alfisiol di Indonesia menurut Munir (1984) terdapat di pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya, Bali, Nusa Tenggara barat dan Nusa Tenggara Timur dengan luas areal 12. 749.000 hektar. Muljadi dan Soepraptohardjo(1975 dalam Halim 1978) mengatakan bahwa di Sulawesi luas areal tanah alfisolini 2.930.000 hektar dan juga di temukan di Irian Jaya seluas 106.000 hektar.
            Penggunaan alfisol di Indonesia menurut Syarif (1986) di usahakan menjadi persawahan (padi)  baik tanah hujan ataupun berpengairan perkrbunan(buah – buahan), tegalan dan padang rumput Halam (1986) mengatakan  bahwa luas areal  tanal alfisol yang di usakan untuka tanaman padi sawah seluas 350.000 hektar dengan hasil 3 – 4 ton per hektarpada daerah yang beririgasi.
            Alfisol secara potensial termasuk tanah yang subur, meskipun bahaya erosi perlu mendapat perhatian. Hardjowigeno (1987) menagtakan bahwa untuk peningkatan produksi masih di perlukan usaha – usaha intensifikasi antara lain pemupukan dan pemeliharaan tanh serta tanaman yang sebaik – baiknya. Darmawijaya (1990) menambahkan bahwa jika tanha tersebut mendapat air yang secukupnya dapat di Tanami tebu, padi dan tanaman buah – buahan secara intensif.
1.2    Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan tanah alfisol ?
2.      Apakah nama lain dari tanah alfisol ?
3.      Bagaimana proses pembentukkan tanah alfisol ?
4.      Bagaimana sifat/karakteristik tanah alfisol ?
5.      Apa saja sub ordo dan great group tanah alfisol ?
6.      Bagaimana penyebaran dan pemanfaatan tanah alfisol di Indonesia ?
1.3    Tujuan
1.      Mengetahui apa itu tanah alfisol.
2.      Mengetahui nama lain dari tanah alfisol.
3.      Mengetahui proses pembentukkan tanah alfisol
4.      Mengetahui sifat/karakteristik tanah alfisol.
5.      Mengetahui sub ordo dan great group tanah alfisol.
6.      Mengetahui penyebaran dan pemanfaatan tanah alfisol di Indonesia.
1.4    Manfaat Penulisan
Dengan disusunnya makalah ini, diharapkan dapat bermanfaat bagi pembaca agar dapat mengenal atau mengetahui lebih dalam tentang tanah alfisol. Bukan hanya sekedar mengetahui apa itu tanah alfisol, melainkan mengetahui juga bagaimana proses pembentukkan tanah alfisol, sifat-sifat tanah alfisol, klsifikasi tanah alfisol, manfaat dan persebaran tanah alfisol di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1   Pengertian Tanah Alfisol
Tanah yang termasuk ordo Alfisol merupakan tanah-tanah yang terdapat penimbunan liat di horison bawah (terdapat horison argilik)dan mempunyai kejenuhan basa tinggi yaitu lebih dari 35% pada kedalaman 180 cm dari permukaan tanah. Liat yang tertimbun di horison bawah ini berasal dari horison di atasnya dan tercuci kebawah bersama dengan gerakan air. Padanan dengan sistem klasifikasi yang lama adalah termasuk tanah Mediteran Merah Kuning, Latosol, kadang-kadang juga Podzolik Merah Kuning.(Hardjowigeno, 1992).
Padanan nama tanah alfisol lain diantaranya :
1.      Menurut FAO Unesco tahun (1974) = Luvisols; Luvisols; Luvisols; Planosols; Solonetz; Nilosols.
2.      Menurut Dudal dan Supraptohardjo tahun (1957) = Red Yellow Mediterranean
 soils; Latosols; Planosols (Hydrosols).
3.      Menurut Thorp and Smith tahun (1949) = Laterit Soils (Latosols); Noncalcic Brown; Planosols; Solonetz Soils.
Tanah-tanah yang mempunyai kandungan liat tinggi di horison B (Horison argilik) dibedakan menjadi Afisol (pelapukan belum lanjut) dan Ultisol (pelapukan lanjut).  Alfisol kebanyakan ditemukan di daerah beriklim sedang, tetapi dapat pula ditemukan di daerah tropika dan subtropika terutama di tempat-tempa dengan tingkat pelapukan sedang (Hardjowigeno, 1993).
2.2    Faktor – Faktor Pembentuk Tanah Alfisol
Faktor – faktor pembentuk tanah terdiri dari bahan induk dan factor lingkungan yang mempengruhi perubahan bahan induk menjadi tanah . factor penbentuk tanah sebenarnya sangat banyak tetapi yang terpenting menurut Jenny(1941) dalam Harjdowigono (1975) adalah iklim,organisme, relief, bahan induk waktu.
a.       Bahan induk
            Alfisol terbentuk dari bahan induk yang mengandung karbonat dan tidak lebih tua dari pleistosin. Di daerah basah bahan induk biasanya lebih tua dari pada di daerah dingin.
b.      Relief
            Hubungan antara permukaan geomorfologik dengan jenis tanah ditunjukkan oleh asosiasi tanah  sesuai dengan kaadaan iklim bahan induk dan sebagainya.         Di daerah beriklim humid (udic) di daerah dengan bahan induk yang terlalu muda untuk pembentukan oxisol di temukan asosiasi ultisol, alfisol, dan entisol atau enceptisol (tyler, 1975 dalam Harjdowigono1985). Di tempat tinggi dengan drainase baik di temukan tanah udult.
            Di daerah beriklim kering (ustic), proses pembentukan tanah pada bulan kering lebih lambat di bandingkan pda bulan basah. Keadaan ini , di samping sifat bhan induk, dapat menimbulkan beberapa asosiasi tanah, di daerah Afrika, Nye (1954 dalam Harjdowigono (1985) mengemukakan asosiasi alfisol yang mengandung plinthite dengan jumlah yang makin meningkat dan semakin dangkal karena drainase yang semakin buruk.
            Karena bahan induk diperkirakan sama, maka pencucian silika dan basa-basa dari lereng atas kelembah-lembah yang diikuti dengan pembentukan montmorilonit di tempat berdrainase buruk tersebut buruk tersebut,merupakan proses pembentukan tanah utama.
c.       Iklim
            Alfisol terbentuk pada iklim koppen Aw, Am dengan tipe curah hujan C, D, dan E (Schmidt dan ferguson 1951)  dengan bulan kering lebih dari tiga bulan. Sebagian ditemukan di daerah berriklim kering dan sebagian kecil di daerah beriklim basah. Alfisol ini dapat pula ditemukan pada wilayah dengan temperatur sedang dan subtropika dengan adanya pergantiuan usim hujan dan musim kering.
d.       Organisme
            Di daerah beriklim sedang seperti  di Amerika atau Eropa, hubungan antara vegetasi dengan jenis tanah, ditunjukkan oleh daerah yang ditumbuhi oleh vegetasi prairi (padang rumput), hutan dan peralihan prairi-hutan. Tanah yang terbentuk pada padang rumput adalah mollisols sedang di daerah hutan adalah alfisol. Diantara kedua jenis tanah tersebut ditemui jenis tanah peralihan mollisols-alfisol misalnya tanah argiudolls. Alfisol ditemukan juga di bawah hutan boreal atau deciduous broad leaf florest misalnya hutan jati.
            Di Indonesia hubungan seperti itu tidak jelas, mungkin karena tanah-tanah di Indonesia hampir seluruhnya tertutup oleh hutan sebagai vegetasi aslinya.
            Peranan organisme  lainnya dalam pembentukan tanah alfisol ditunjukkan pada tanah yang tertutup hutan. Cacing tanah (nielsen dan hole, 1964 dalam Buol et al, 1973) dan hewan-hewan lainnya berperan dalam proses percampuran bahan organik (serasah dan humus) dengan bahan mineral pada kedalaman 2-10 cm. Siklus unsur hara secara biologis dari subsoil ke horison O ka A merupakan proses penting pada tanah udalf. Hal tersebut menyebabkan keadaan netral (pH 6,5-7,0) pada permukaan tanah (A) dan lebih asam (pH 4,8-5,8) pada subsoil. Konsentrasi residu kalkareous dari jaringan cacing tanah dapat dilihat pada alfisol yang tertutup hutan.
e.       Waktu    
            Lamanya waktu pembentukan tanah berbeda-beda dan dipengaruhi oleh bahan induk dan faktor lingkungan yang mempengaruhinya.
            Buol et al. (1973) mengemukakan bahwa pembentukan tanah Alfisol di Jwa Timur memerlukan waktu sekitar 5.000 tahun karena lambatnya proses akumulasi liat untuk membentuk horison argilik. Sedangkan di Indonesia berkisar antara 2000 hingga 7500 tahun berdasarkan tingkat perkembangan horisonnya
2.3   Proses Pembentukkan Tanah Alfisol
Dua prasyarat yang diperlukan Alfisol adalah:
1. Mineral liat Kristalin sedang jumlahnya
2. Terjadi akumulasi liat di horizon B yang jumlanya memenuhi syarat horizon agrilik, atau kandik.
Keadaan lingkungan yang memungkinkan terbentuknya horizon spodik, molilik, atau horizon lain atau horizon lain yang bukan agrilik tidak didapat. Alfisol ditemukan di banyak zone iklim, tetapi yang utama adalah di daerah beriklim sedang yang bersifat humid atau ubhumid, dengan bahan induk relatif muda dan stabil paling sedikit selama beberapa ribu tahun. Oleh karena itu Alfisol adalah tanah yang relative muda, masih banyak mengandung mineral primer yang mudah lapuk, mineral liat kristalin dan kaya unsur hara. Di daerah tropika ditemukan di tempat yang lebih muda dari pada daerah-daerah Ultisol dan Oxisol, atau di tempat-tempat dengan bahan induk mafic.
Alfisol ditemukan di daerah-daerah datar sampai berbukit. Proses pembentukan alfisol di Iowa memerlukan waktu 5000 tahun (Arnold dan Riecken, 1964) karena lambatnya proses akumulasi liat untuk membentuk hodison agrilik. Alfisol terbentuk di bawah vegetasi hutan berdaun lebar (deciduous). Proses pembentukan Alfisol melalui urutan sebagai berikut:
1. Pencucian karbonat
Pencucuian karbonat dan braunifikasi merupakan prasyarat untuk pembentukan Alfisol. Kalsium Karbonat (dan bikarbonat) merupakan flocculant yang kuat sehingga dalam pembentukan Alfisol, karbonat perlu dicuci lebih dulu agar plasma menjadi lebih mudah bergerak bersama dengan perkolasi. Dengan pencucian karbonat ini tanah menjadi lebih masa, kadanag-kadang sampai mencapai pH 4,5.
2. Pencucian besi dan braunifikasi
Besi sebagai flocculant dengan kekuatan sedang mengalamai pencucuian setelah karbonat, dan diendapkan di horizon B, sehingga warna tanah menjadi coklat (braunification).
3. Pembentukan epipedon okhrik (horison A)
Bahan organik tidak tercampur terlalu dalam dengan bahan mineral, karena akar-akar halus tanaman hutan tidak terlalu banayak masuk ke dalam tanah seperti padang rumput. Bahan organik yang terdapat di permukaan tanah dicamur dengan bahan mineral oleh cacing atau hewan-hewan lain, pada kedalaman 2 – 10 cm, sehingga terbentuk lapisan mull (horizon A). Proses biocycling unsure hara dan basa-basa dari subsoil ke horizon O dan A merupakan proses yang penting untuk tanah Udalf. Hal ini dapat menyebabkan reaksi tanah di subsoil menjadi masam (pH 4,8 – 5,8).
4. Pembentukan horizon albik
Beberapa jenis ALfisol memiliki horizon E yang jelas berwarna pucat yang disebut horizon albik. Horizon ini terbentuk sebagai akibat pencucian liat dan bahan organic, sedang proses mineralisasi sedikit sekali terjadi. Pecucian liat terjadi secara mekanik (lessivage) bersama air perkolasi. Horizon albik kadang-kadang juga mengandung cukup banyak bahan organic tetapi tidak berwarna (Wilde, 1950). Mineral-mineral resisten seperti kuarsa menjadi lebih banyak di horizon A dan rasio SiO2/R2O3 menjadi lebih besar dari Bt.
5. Pengendapan argillan
Terjadinya pengendapan liat (argillan) bersama seskuioksida dan bahan organic di horizon Bt disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:
a. Air perkolasi tidak cukup banyak sehingga tidak dapat meresap lebih jauh ke dalam tanah.
b. Butir-butir tanah yang mengembang, menutup pori-pori tanah sehingga air perkolasi lambat bergerak.
c. Penyaringan oleh pori-pori halus yang tersumbat.
d. Flokulasi liat bermuatan negatif oleh besi oksida yang bermuatan positif di horizon Bt dan oleh kejenuhan basa yang lebih tinggi di bagian solum. Curah hujan yang tinggi setelah kemarau panjang mendorong pembentukan Alfisol. Pada beberapa jenis Alfisol, liat di horizon argilik terbentuk in situ dari pelapukan bahan induk.
2.4    Karakteristik/Sifat Tanah Alfisol
Tanah alfisol memiliki tekstur tanah yang liat. Liat tertimbun di horizon bawah. Ini berasal dari horizon diatasnya dan tercuci dibawah bersama dengan gerakan air. Dalam banyak pola Alfisol digambarkan adanya perubahan tekstur yang sangat pendek di kenal dalam taksonomi tanah sebagai Ablup Tekstural Change atau perubahan tekstur yang sangat ekstrim. (Foth, 1998). Partikel tanah liat pada lapisan Alfisol digerakkan oleh air yang meresap darihorizon A dan disimpan pada horizon B.
Hasilnya adalah polipodeon dengan horizon-horison yang mempunyai tekstur yang berbeda. Macam pita yang terbentuk berhubungan dengan kandungan liat dan diguakan untuk menggolongkan tanah lempung, lempung liat atau tanah liat. (Poerwowidodo, 1991). Alfisol adalah tanah-tanah dimana terdapat penimbunan liat di horizon bawah (horizon argilik) dan mempunyai kejenuhan basa tinggi yaitu lebih dari 35 % pada kedalaman 180 cm dari permukaan tanah. Bila kejenuhan basa sangat tinggi maka makin ke bawah jumlahnya konstan, sedang bila pada horizon Argilik kadarnya tidak tinggi maka jumlahnya harus bertambah makin ke horizon bawah. Tanah ini tidak memiliki epipedon molik, oxik, ataupun horizon spodik.
Jenis tanah Alfisol memiliki lapisan solum tanah yang cukup tebal yaitu antara 90-200 cm, tetapi batas antara horizon tidak begitu jelas. Warna tanah adalah coklat sampai merah. Struktur gumpal bersusut pH bervariasi sekitar 6,5-7,0, KTK 25-35 me/100 g tanah dan kandungan unsure hara tanaman seperti N, P, K dan Ca umumnya rendah. (Sarief, 1985).
2.5   Klasifikasi tanah alfisol
          Di dalam pengklasifikasian ordo alfisol dibedakan berdasarkan golongan sub ordo dan great groupnya sebagai berikut :
            Alfisol adalah tanah tanah dengan sifat:
1.      Mempunyai horizon argilik atau natrik, tetapi tidak terdapat fragipan.
2.      Mempunyai fragipan yang didalam atau bawah horizon argilik, memenuhi semua persyaratan sebagai horizon argilik, Mempunyai selaput liat setebal lebih 1 mm pada beberapa bagian.
3.      Mempunyai kejenuhan basa 35% atau lebih (berdasar jumlah kation) pada kedalaman seperti yang digunakan untuk ultisol       
Sub Order Aqualf
            Sering jenuh air. Bila perbaikan drainase dilakukan, masih terdapat tanda-tanda karatan, kroma rendah, konkresi Fe-Mn.
Great-Group:
·         Cryaqualf                         -  mempunya regim suhu kriik.
·         Plinthaqualf          -  Lebih 50% Plinthite pada kedalamn 30 – 150 cm.
·         Natraqualf                        - Terdapat Horison Natric
·         Duraqualf             - Terdapat duripan
·         Tropaqualf            - Regim Suhu Tanah iso.
·         Fragiaqualf           - Terdapat fragipan
·         Glossaqualf          - Horison albik menyusup (tongguing) kedalam horison
  argilik, dan tidak terdapat duripan.
·         Albaqualf             - Tekstur berubah sangat nyata dari horisan albic ke
   argilik.
·         Umbraqualf         - Terdapat epipedon umbrik
·         Ochraqualf           - Terdapat epipoden ochric
Sub Order Cryalf
            Tidak terlalu basah seperti aqualf, regin temperatur non-iso, frigid atau lebih dingin, biasanya mempunyai horison albik yang menyusup kehorison argilik atau nantrik.
Great-group:
·         Palecryalf             - Batas atas horison argilik dalam diri 60 cm, tekstur
lebih halus  berlempung pada: beberapa horisan diatas horison argilik.
·         Fragicryalf           - Terdapat fragipan
·         Entrocryalf          - Kejenuhan basah 60% atau lebih diseluruh horison
   argilik dalam beberapa bagian horison kadang kering
·         Glossocryalf        - Tidak pernah kering atau kejenuhan basah kurang dari
  60% pada beberapa bagain bagian horison argilik.
·         Haplocryalf          - Tidak mempunyai horizon argilik atau glosik
Sub-Order Udalf
Regin kelembaban tanah udik
Great-group:
·         Agriudalf             - Terdapat horison agric
·         Natrudalf             - Terdapat horison natric
·         Ferrudalf              -  Pada horizon glosik dan pada horison argilic terdapat
    nodule besi dengan diameter 2,5 – 30 cm. warna luar
    lebih merah dari yang didalam.
·         Glossudalf           - Terdapat horison albic yang menyusup kedalam
   horison argilic
·         Fraglossudalf       - Terdapat fragipan dan horison  albic yang menyusup
   kedalam horison algilic
·         Paleudalf             -  Solum lebih tebal dari 1,5 m, liat maximum kurang
   20% dari
kandungan liat maximum pada kedalaman kurang dari 1,5 m
·         Rhodudalf           - Warna horison argilic lebih besar dari 5 YR dan value
   kurang 4
·         Tropudalf             - Regin suhu tanah iso
·         Hapludalf                        - Udalf yang lain
Sub-order ustalaf
Regin kelembaban tanah ustic. Biasanya terdapat akumulasi karbonat pada dasar solum.
Great-group:
·         Durustalaf            -  Terdapat duripan di bawah horison argilik atau natrik
   pada kedalaman dari 1 m
·         Plinthustalf          - Terdapat plinthite pada kedalaman kurang dari 1,25 m
·         Natrustalf            - Terdapat horison nitric
·         Kandiustalf          - Terdapat horizon kandik dan sampai kedalaman 150
  cm, liat tidak turun 20 % dari kandungan liat
   maximum
·         Palaeustalf             - Terdapat horison petrocalcic pada kedalaman kurang
  dari 1,5 m, atau horizon argilik yang tebal dan padat.
·         Rhodustalf           - Warna horison argilik lebih merah dari 5 YR
·         Haplustalf            - Ustalf yang lain.
Sub-Order Xeralf
Regin kelembaban tanah Xeralf
Great-group:
·         Durixeralf           - Terdapat duripan pada kedalaman kurang dari 1m.
·         Natrixeralf          - Terdapat horizon natrik
·         Fragixeralf          - Terdapat fragipan pada kedalaman ≤ 100 cm
·         Plinthoxeralf      - Terdapat horison natric
·         Rhoboxeralf       - Warna horison argilic lebih merah dari 5 YR
·         Palexeralf           - Tebal solum lebih dari 1,5 m
·         Haploxeralf        - Xeral yang lain
2.6   Penyebaran dan Pemanfaatan Alfisol di Indonesia
Penyebaran di Indonesia
Alfisol ( tropudalf dan hapludalf) dijumpai di semua kepulauan Indonesia, baik yang ada didataran rendah maupun dataran tinggi. Tropudalf terdapat di semua kepulauan Indonesia masing-masing Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya, Bali, NTB dan NTT. Di Jawa tersebar didaerah  Bagian Timur Pulau Jawa dan Madura, pantai Utara dekat Tuban dan sebelah Selatan sukabumi ( Jawa Barat). Di Sumatera terdapat di Pantai Selatan dekat Aceh, Pulau Siberut dan Sumatera Selatan. Di Pulau Sumbawa dijumpai di pantai selatan. Di Kalimantan dijumpai di daerah Kalimantan Timur dekat Tarakan. Disulawesi dijumpai di Sulawesi Selatan, Tenggara dan Sulawesi Tengah. Di Irian Jaya dijumpai dipulau Batanta, kepala burung dekat daerah Fak-fak serta Biak. Di NTB dan NTT dijumpai di Pulau Sumba, Timor dan Kepulauan Alor. Disekitar Tuban Jawa Timur dijumpai rhodudalf, anthraquic tropudalf, dan typic haplustlaf.
Pemanfaatan Tanah
1. Pemanfaatan Sekarang
            Alfisol apabila mendapat air secukupnya dapat ditanami tebu, padi dan tanaman buah-buahan secara intensif. Pemanfaatan alfisol di Pulau Jawa, Sulawesi dan Nusa Tenggara dalam areal yang terdapat diusahakan untuk tanaman padi sawah tanah-tanah ini terdapat dikaki bukit dan dataran berombak pada gunung berapi tua, batu kapur dan bukit-bukit. Luas areal tanah ini sekitar 350.000 hektar dengan produksi sekitar 3-4 ton per hektar di daerah-daerah yang beririgasi. Di daerah Playen ( Gunung Kidul) diusahakan sebagai hutan jati dengan tanaman bawah lantana cemara. Di daerah lainnya sebagian besar telah diusahakan dengan berbagai tanaman baik semusim maupun tahunan
2. Kendala-kendala
            Tanah alfisol sebagian besar telah diusahakan untuk pertanian termasuk tanah yang subur meskipun demikian masih dijumpai kendala-kendala yang perlu mendapat perhatian dalam pengelolaannya.
Kendala-kendala tersebut antara lain:
-          Pada beberapa tempat dijumpai kondisi lahan yang berlereng dan  
berbatu.
-          Horison B argilik dapat mencegah distribusi akar yang baik pada tanah
dengan horison B bertekstur barat.
-          Pengelolaan yang intensif dapat menimbulkan penurunan bahan
organik pada lapisan tanah atas.
-          Kemungkinan fiksasi kalium dan amonium mungkin terjadi karena
adanya mineral illit.
-          Kemungkinan terjadi erosi untuk daerah yang berlereng.
-          Kandungan P dan K yang rendah.


BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
1.      Alfisol merupakan tanah-tanah yang terdapat penimbunan liat di horison bawah (terdapat horison argilik)dan mempunyai kejenuhan basa tinggi yaitu lebih dari 35% pada kedalaman 180 cm dari permukaan tanah.
2.      Padanan dengan sistem klasifikasi yang lama adalah termasuk tanah Mediteran Merah Kuning, Latosol, kadang-kadang juga Podzolik Merah Kuning.
3.      Faktor-faktor pembentuk alfisol yang terpenting adalah bahan induk, relief, iklim, organism, dan waktu.
4.      Proses pembentukan alfisol adalah meliputi urutan sebagai berikut: pencucian karbonat, pencucian besi, pembentukan epipedon ochrik ( horizon A1), pembentukan horizon albik dan pengendapan argilan.
5.      Tanah alfisol memiliki tekstur tanah yang liat. Jenis tanah Alfisol memiliki lapisan solum tanah yang cukup tebal yaitu antara 90-200 cm, tetapi batas antara horizon tidak begitu jelas. Warna tanah adalah coklat sampai merah. Struktur gumpal bersusut pH bervariasi sekitar 6,5-7,0, KTK 25-35 me/100 g tanah dan kandungan unsure hara tanaman seperti N, P, K dan Ca umumnya rendah.
6.      Penyebaran tanah alfisol di Indonesia antara lain di pulau jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Kalimantan, Irian Jaya, Bali, NTB, Dan NTT.
3.2  Saran
 Penggunaan alfisol apabila karena berbagai hal factor kendalanya tidak dapat ditanggulangi sebaiknya diarahkan penggunaannya untuk hutan dan tanaman tahunan/perkebunan.

No comments :